• Home
  • About
  • Daily life
  • Poem
  • Nutritionist
Powered by Blogger.
twitter instagram pinterest bloglovin Email

Jumat Sore

Qaddarallahu Wa Maa Sya’a Fa’ala

2 tahun yang lalu, aku baru mengerti dan paham apa yang sebenarnya aku pelajari di jurusan gizi, akan menjadi apa aku nanti dengan profesi ini dan manfaat apa yang bisa kuberikan kepada orang lain dengan ilmu yang kuperoleh.
Sedikit terlambat memang, karena sudah setengah jalan. Tapi, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Kata mutiara yang sangat familiar di telinga.
Memikirkan kebermanfaatan bagi orang lain, yang pertama terlintas adalah pondok.
Pondokku, Nurul Hakim Lombok, tempatku nyantri selama 6 tahun.
Iya, 6 tahun. Selama itu, mereka mengajarkan, mendidik, mengarahkan dan menjagaku beserta ratusan atau ribuan santri lainnya. Mereka luar biasa.
Bagaimana aku sekarang, apa yang telah tertanam dan apa yang telah aku capai, tidak lepas dari jasa dan jerih payah semua tenaga pendidik. 
Sehebat apapun aku nanti, aku ingin kembali. Mungkin, tidak sebagai tenaga pendidik karena aku tidak mumpuni untuk itu, cukup membagi apa yang bisa kubagi juga tak apa. Pikirku saat itu. Pada intinya, aku ingin menjadi sedikit bermanfaat untuk pondokku tercinta.
Pimpinan pondokku TGH. Shafwan Hakim rahimahullah yang biasa kami panggil Abun (Bapak), pernah sakit sampai sempat mendapatkan perawatan di RS.
Dari dulu, aku tahu beliau mengidap kencing manis atau DM (Diabetes Melitus). Penyakit ini adalah salah satu penyakit yang sangat diperhatikan profesiku. DM adalah penyakit dimana gula darah pasien meningkat diatas normal. Tugas kami sebagai ahli gizi adalah bagaimana mengatur asupan dan pola makan agar menjaga gula darah tetap stabil, karena penyakit ini adalah penyakit seumur hidup dan tidak bisa disembuhkan.
Dan keinginanku saat itu adalah bagaimana menjaga Abun tetap sehat dan bugar dengan penyakitnya. Aku memang tidak dekat dengan beliau. Dikenal pun sepertinya tidak. Apalah aku yang remah-remah biskuit regal diantara ratusan santri yang gemilang. Namun, oleh karena beliau, aku selalu semangat belajar tentang penyakit DM, mengahafal pilar, prinsip, syarat dan ketentuan diet serta rumus-rumusnya, mendownload segera referensi terbaru terkait dan mencari buku-buku yang direkomendasikan dosen. Dosen pengajar yang begitu expert terkait penyakit ini menjadi dosen favorit. Sampai saat ujian mata kuliah Dietetika, aku diam-diam berharap mendapatkan soal tentang penyakit ini. Setahun yang lalu pun, aku juga pernah mengajukan proposal penelitian terkait penyakit ini pada salah satu program beasiswa penelitian yang diadakan oleh Indofood. Qaddarallah, proposalku tidak lulus seleksi penerima bantuan dana. Hehe.
Bukti bahwa aku begitu ingin mengusai tentang penyakit ini. Dan tujuan awalku adalah menjadi sedikit bermanfaat untuk pondok. Untuk membuat Abun tetap bugar dengan penyakitnya. Menjadi ahli gizi pribadinya beliau tanpa pamrih.
Dan tadi malam, sekitar pukul 22.00 WITA lewat, kami sekeluarga mendapat kabar bahwa beliau dipanggil menghadapnya. Allahummagfirlahu.
Kau tahu? Berbeda denganku, Ibu ku sangat-sangat dekat dengan beliau. Kakakku juga. Hampir semua keputusan dalam studi kakakku beliau selalu ikut andil di dalamnya. Kami sekeluarga, kecuali bapakku adalah murid beliau. Bayangkan betapa gemparnya rumah kami mendapat kabar tersebut.
Ibuku ribut menyuruh kami segera bersiap untuk pergi ke Kediri, tempat kediaman beliau, walau hampir tengah malam. Kami semua pergi.
Kediri ramai. Sangat ramai.
Kediri berduka. Lombok berduka. Sangat berduka. Kita semua kehilangan ulama' yang begitu luar biasa. Luar biasa ilmu dan semangatnya. Luar biasa dalam sabar. Luar biasa dalam berhusnuzhan kepada siapapun dan apapun. Beliau luar biasa hebat bagiku. Bagi kami.
Bersyukur dapat melihat wajah beliau untuk terakhir kalinya. Tapi Abun... Aku belum wisuda, dua bulan lagi... Dua bulan lagi aku akan berkunjung dan menawarkan diri menjadi ahli gizi pribadimu. Menjadi 'sedikit bermanfaat' untuk pondok seperti impianku dengan membuatmu tetap bugar. Dua bulan lagi...
Yang aku sayangkan dari diri ini, kenapa harus menunggu wisuda untukku kembali? Kenapa harus menunggu wisuda untuk menjadi 'sedikit bermanfaat' itu? Kenapa menunggu harus diwisuda dulu untuk menjadi ahli gizi pribadinya? Kenapa tidak mencoba dari dua tahun yang lalu itu?
Iya. Aku tahu itu tidak merubah apapun. Karena ajal tidak bisa kita percepat dan perlambat barang sedetik pun. Hanya saja...salah satu tujuanku tekun tidak tercapai.
Kau yang membaca, kumohon bantu aku. Ikutlah mendoakan beliau. Doa lah satu-satunya yang bisa kita beri.
Doakan beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi Nya. Doakan keluarga beliau juga agar dikuatkan.
Dan terimakasih.
Terimakasih untukmu yang sudah ikut mendoakan. Jazakumullah khoir
Jago, 21 Juni 2018
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • ABOUT (1)
  • DAILY LIFE (6)
  • NUTRITIONIST (6)
  • POEM (9)
  • STORY (8)

VISITORS

Blog Archive

  • November 2018 (7)
  • October 2018 (8)
  • July 2018 (2)
  • June 2018 (1)
  • April 2018 (1)
  • December 2016 (1)
  • October 2016 (2)
  • July 2016 (6)
  • June 2015 (1)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates